FILOSOFI PENDIDIKAN MANGGARAI: UPAYA MENELISIK PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA
Pendidikan Indonesia saat ini sedang diguncang oleh berbagai permasalahan kompleks yang berakibat pads hilangnya jati diri, dan karakter dan tujuan dari pendidikan dalam konteks keindonesiaan. Bagaimana tidak, saat ini generasi bangsa kita telah menjadi sorotan dan berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah seperti pergantian menteri pendidikan, pergantian kurikulum serta program lainya demi menunjang dan memulihkan karakter pendidikan Indonesia. Pergantian terus menerus menteri pendidikan dan kurikulum merupakan sebuah tanda dari pemerintah bahwa saat ini Pendidikan Indonesia sedang mencari jati diri. Pergantian menteri pendidikan dan kurikulum dilakukan bertolak dari kegagalan dari sistem Pendidikan yang berlaku, apalagi wilayah Indonesia yang luas dengan berbagai macam suku ras dan golongan. Tentunya Menteri pendidikikan juga harus jelih dan cerdas dalam menerapkan kurikulum pendidikan agar semua ras dan golongan yang terdiri dari macam-macam karakter bisa menikmati serta merasa adil akan kebijakan itu. Misalnya karakter peserta didik di Jawa pasti brbeda dengan karakter peserta didik di Indonesia bagian timur, akan tetapi jika penerapan kurikulum pendidikan Indonesia sama rata artinya penerapan kurikulum untuk peserta didik di Jawa sama dengan di NTT maka di sini ada kesenjangan dalam pencapaian. Tidak salah jika kurikulum pendidikan Indonesia tidak pernah mencapai klimaks untuk wilayah Indonesia timur. Perbedaan kualitas pendidikan antara Indonesia barat dan Indonesia timur merupakan gambaran sederhana bagaimana gagalnya kurikulum pendidikan Indonesia.
Lalu dimanakah letak urgensi dari filosofi lokal, budaya khas tertentu dalam menyumbang pembentukan karakter bangsa kita saat ini. Adakah sumbangan istimewah yang terdapat pada filosofi lokal dan budaya kita? Mari kita selidiki.
Filosofi Pendidikan Manggarai
Filosofi merupakan salah satu ajaran atau tata nilai (baik) yang secara sadar di regenerasikan untuk kepentingan generasi di masa depan. Suatu filosofi yang diajarkan oleh para tetua terdiri dari berbagai macam diantaranya filosofi pendidikan, Kepemimpinan, norma dan nilai dan seterusnya. Sebagai contoh adapun filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (ditengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan).
Ketiga semboyan di atas apabila kita maknai serta hayati bersama merupakan akar dan ujung tombak dari peran serta guru dalam menjalankan roda pendidikan nasional. Semboyan ini sejalan dengan yang diutarakan oleh Abidin (2015) bahwa tugas dan fungsi guru didalam kelas tidak hanya transfer knowladge, melainkan inti dari tugas guru adalah mengembangkan, mengarahkan, dan memberimotifasi. Hal ini merupakan filosofi ataupun nilai pendidikan orang Jawa yang sudah diterapkan dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Di sini ada sebuah pernyataan refleksi apakah untuk situasi pendidikan di NTT sudah sesuai dengan konsep kurikulum yang berlaku? Tentu tidak dan belum, hal ini masih jauh dari harapan. Apapun kurikulumnya, siapapun menteri pendidikannya NTT tetap mendapat predikat terakhir. Dari fenomena ini kita harus menemukan titik persoalannya yaitu apa penyebab dari semua ini? Hemat penulis yang menjadi titik awal persoalan adalah guru sebagai pengajar dan kurikulum sebagai kerangka dalam artian ke mana arah pendidkan kita.
Jika seorang pendidik (Guru) menerapkan 100% kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah maka yang menjadi sasaran adalah peserta didik, dimana kurikulum yang diterapkan sebenarnya untuk orang Jawa tetapi karena guru kurang kreatif maka akan lansung diterjemahkan lurus tanpa pertimbangan kondisi siswa. Hal ini tentu berakibat fatal dan berdampak pada karakter siswa sendiri, yang mana orang NTT misalnya dipaksa untuk bersaing dan sama dengan orang di kota besar yang di kelilingi oleh fasilitas yang lengkap.
Di sini penulis menawarkan filosofi atau Nilai Pendidikan Manggarai untuk diterapkan di sekolah
NO |
NILAI |
MAKNA |
1 |
Tinu |
Memelihara |
2 |
Toing |
Mengajarakan, memberdaya, membawa terang |
3 |
Titong |
Menuntun |
4 |
Teing |
Memberi |
5 |
Toe Tegi |
Tidak meminta |
Nilai nilai diatas merupakan nilai yang bersifat universal artinya tidak hanya untuk pendidikan tetapi juga untuk berbagai faktor misalnya sebagai landasan dalam memimpin.
Dari nilai-nilai diatas yang tepat untuk diterapkan dalam sistem belajar dan pembelajaran adalah Toing: mengajarkan, memberdaya, membawa terang. Disini peran guru tidak hanya sebagai pengajar bagi peserta didik melainkan sebagai seorang yang bisa membawa terang dalam konteks pendidikan dan karakter.
Titong:Menuntun. Dalam hal ini guru berperan sebagai penuntun, pengarah, dan memberi teladan yang baik. Ada sebuah pepatah Pepatah mengatakan “Guru kencing berdiri, maka siswa kencing berlari”. Jadi apabila fenomena hari ini menunjukkan bobroknya mental di kalangan pelajar kita, maka sepatutnya kita merefleksikan kepada diri kita apakah kita sudah benar-benar memberikan contoh yang baik bagi siswa. Sebab faktanya pendidikan negeri ini belakangan banyak diguncang dan dhadapkan pada kasus-kasus seperti asusila, kekerasan, narkotika, tawuran, bullying, dan masih banyak lagi sederet cerita panjang betapa lembaga pendidikan kita hari ini sering sekali dirundung duka.
Tinu: memelihara, merawat. Dalam hal ini guru harus merawat peserta didik agar karakternya tidak bobrok dan tetap menjunjung tinggi etika. Maka guru disini dituntut untuk kreasi agar mengambil nilai yang ada disekitar lingkungan sosialnya agar peserta didik tidak lagi berimajinasi.
Teing: memberi. Dalam hal ini, guru harus memberikan segala pengetahuannya yang dimilikinya kepada peserta didik. Peran guru disini sebagai pelayan yang dimana melayani apapun yang menjadi kebutuhan dari peserta didik dan dalam hal ini diupayakan minimal guru harus satu langkah lebih menguasai apapun dari peserta didiknya sehingga seorang guru harus terus belajar dan memiliki mental pembelajar sepanjang hayat agar dapat memenuhi kebutuhan peserta didiknya;
Toe tegi : Tidak meminta. Guru dalam tugas pelayanannya jika mampu memberi dengan sepenuh hati maka ia tidak akan meminta apapun. Dalam hal ini berarti guru menyadari bahwa ia memang dipanggil untuk melayani, menjadi pengarah yang baik dan yang paling penting adalah bekerja tanpa diminta dan meminta.
Hemat penulis, Filosofi pendidikan dalam budaya Manggarai ini lebih menyoroti peran kita sebagai guru dalam tugas pelayanan kita. Peran guru tidak hanya sebatas pada pembelajaran dikelas tetapi jauh lebih dari pada itu adalah bagaimana peran kita dalam proses pertumbuhan karakter peserta didik itu sendiri karena yang paling penting dari pendidikan adalah bagaimana ia mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri, hidup menurut budayanya sendiri dan memiliki kepribadian yang baik dalam masyarakat
Tulisan Lainnya
senandung
kutatap awan yang mulai gelap menghitam tanpa batas dan sekat seiring sebagian dunia gemeralap menunggu masa akan berkarat perjalanan ini tak seperti biasa ada coretan yang c
ITU KATA
aku berkelana kemana saja memasuki setiap arena guna mendapatkan cerita kumainkan dalam susunan kata-kata aku bebas membangun wacana tetap pada jalur apa adanya tanpa ada maksud u
Berlalu
Aku tahu tak ada yang abadi Semuanya mengalir pergi Entalah untuk apa semuanya ini Dan semuanya diterima akal budi Aku tak tahu harus bagaimana Ketika semua berke
Selepas Kalian Pergi
Hari hari terus berganti Saatnya harus pergi Meski misi belum selesai Masih banyak dan banyak lagi Kami tahu langkah ini terus berlari Masih banyak yg mau digapai Tak ada
Sumpah
Darimana kita berbenah Ketika sudah terucap sumpah Kata kata yang kaya akan makna Tanah, air dan nusa yang sama Jangan hanya sekedarnya saja Tapi ada yang mau dibanggakan
Berlari
Hidup silih berganti pergi Kuharap engkau mengerti Ada sesuatu menghiasi kisi kisi Ketika bersatu hati Kuharap dirimu tetap berdiri Berjuang dan berbakti Tanpa perlu tin
Saksi
Adakah yang seberani ini Menjadi saksi suami istri Bukankah aku belum penuh berisi Menjadi saksi Bukan untuk dipuji Apalagi lahirkan sensasi Perjalanan belum usai
Mari bersama
Kita punya tenaga dan daya Namun tetap bersama agar digdaya Ini bukan soal punya harta Sama tersenyum dan bahagia itu yang utama Jangan pernah merasa punya segalanya Itu ti
Kobok
Demikian sekarang namamu.. Kobok Kadang budi dan hati diobok-obok Bahkan tak sadar jadi diolok olok Pada saatnya tak sadar bobok Airmu tak bohong di sana atau dipojok Kelihatan sep
Hujan
Pagi mendung dan dingin Saat-saat jumatan Air membasahi jalan Layaknya sejoli berpasangan Tanah dan air hujan Matahari pun enggan Menyinari badan Tetaplah sehati dan sepikiran A