You need to enable javaScript to run this app.

Sumpah Pemuda dan Komitmen Untuk Berubah

  • Kamis, 27 Oktober 2022
  • Melki Flavianus Sino
Sumpah Pemuda dan Komitmen Untuk Berubah

Sumpah Pemuda dan Komitmen Untuk Berubah

(Refleksi Hari Sumpah Pemuda)

 

Sebagai bangsa yang merdeka dan menghayati setiap perjuangan pasti kita tidak akan lupa dengan peristiwa yang telah terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada Tahun 2022 ini kita bangsa Indonesia kembali mengenang peristiwa tersebut yang sudah kita lewati selama 94 tahun yaitu Sumpah Pemuda. Dikutip dari Wikipedia Bahasa Indonesia bahwa Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Sumpah Pemuda adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27—28 Oktober 1928 di Batavia (kini bernama Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Keputusan ini diharapkan menjadi asas bagi setiap perkumpulan kebangsaan Indonesia dan agar disiarkan dalam berbagai surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan. 

Dengan segala keterbatasan para pemuda waktu itu mereka tetap optimis untuk berjanji dan bersumpah agar bisa memberikan segenap perjuangannya demi Indonesia tercinta. Para pemuda berkomitmen untuk mempersembahkan dirinya untuk kemajuan bangsa Indonesia walaupun berada di antara gempuran dan serangan para penjajah. Lalu bagaimana dengan kita? Sebagai seorang pendidik tentu kita memiliki banyak catatan yang dirangkum dalam legenda sejarah perjuangan bangsa. Apakah kita hanya berani bersejarah? Tentu saja TIDAK. Usaha mewujudkan kecintaan kita terhadap Indonesia saat ini adalah memberanikan diri untuk keluar dari zona nyaman kita masing-masing. Kita harus berani untuk beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. 

Wujud kecintaan para pendidik terhadap Indonesia adalah tertuang dalam filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, yaitu perubahan cipta, rasa dan karsa harus seimbang. Sebagai pendidik atau guru kita mempunyai peran yang sangat besar dalam membantu peserta didik untuk olah cipta (menajamkan pikiran), olah rasa (menghaluskan rasa), olah karsa (memperkuat kemauan) dan olah raga (menyehatkan jasmani). Pendidikan itu harus holistik dan seimbang. Jika kita sebagai guru melakukan pendidikan yang seimbang maka akan dapat menghadirkan generasi yang penuh dengan kebijaksanaan. Pendidikan harus memenuhi proses tumbuh kembang anak. Peserta didik tidak ada yang sama, bahkan kembar identik sekalipun. Peserta didik berkembang sesuai keunikannya sendiri. Mereka pun memiliki kemampuan yang berbeda, kecepatan belajar yang berbeda pula. Sebagai pendidik atau guru, maka harus benar-benar memahami hal tersebut. Mereka tidak bisa dipaksakan untuk menguasai semua kompetensi yang ada. Kitalah sebagai gurunya yang harus mampu memunculkan keunikan pribadi yang menjadi bakatnya untuk kemudian dikembangkan menjadi suatu kelebihan yang membawa manfaat bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Kita fasilitasi mereka untuk mengoptimalkan potensinya sesuai dengan keunikannya masing-masing. 

Hal lain atau aksi nyata yang kami lakukan di tingkat sekolah (SMA Negeri 6 Kota Komba) dalam memperingati hari Sumpah Pemuda adalah memberikan akses belajar yang lebih kepada peserta didik dengan meramunya dalam kegiatan Bulan Bahasa yang puncaknya jatuh pada tanggal 28 Oktober setiap tahun. Akses belajar ini diberikan kepada siswa dengan berbagai ajang perlombaan, seperti Debat (Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia), menulis opini, puisi, vokal solo dan masih banyak lagi kegiatan yang bersentuhan langsung dengan minat dan bakat siswa dalam hal literasi dan numerasi. Point penting dari kegiatan ini adalah bagaimana guru sebagai pendidik mampu berperan sebagai aktor, fasilitator dan motivator bagi peserta didik. Jika siswa sudah dibekali dengan kegiatan postif yang dapat mempengaruhi kejiwaannya maka pembelajaran yang disajikan guru akan terasa lebih bermakna. Dengan semangat sumpah pemuda dan kecintaan terhadap Indonesia maka menjadi guru di zaman ini merupakan tuntutan profesionalitas yang selalu bersedia untuk menuntun peserta didik tanpa mengabaikan kodrat alam dan zamannya. Lagi-lagi, sebagai guru suka atau tidak, di luar kelebihan dan kelemahannya, baik atau tidak wataknya, guru sudah dipandang sebagai orang yang hebat dan memiliki tekad yang mulia untuk memberikan kemerdekaan belajar bagi peserta didiknya. Sejatinya guru memiliki kesempatan emas untuk menjadi motivator yang akan selalu menuntun peserta didiknya dalam upaya mewujudkan peserta didik yang merdeka dan suci hatinya.

Di akhir refleksi ini saya mengajak kita semua untuk memaknai Hari Sumpah Pemuda ini dengan berkomitmen untuk menjadikan siswa sebagai sumber pengetahuan yang akan membelajarkan kita dalam memahami pengetahuan baru di zaman ini. Tetap semangat karena peran guru tidak dapat digantikan oleh siapapun.

Bagikan artikel ini:
Frumensius Hemat, S.Fil

- Kepala Sekolah -

Puji Syukur kita persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah Dan rahmatnya sehingga akhirnya kami dapat meluncurkan kembali website…

Berlangganan
Jajak Pendapat

Bagaimana informasi yang dipublikasikan di website ini sungguh membantu anda?

Hasil