Guruku Ironis, Guruku Manis: Catatan Akhir Tahun
- Senin, 18 Desember 2023
- Frumensius Hemat
Refleksi kecil ini berangkat dari data dan hasil pengamatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Ada dua fakta yang ingin saya bagikan pada esai ini. Fakta dan fenomena yang paling sering muncul dan menghiasi isi kepala seorang kepala sekolah. Sadar atau tidak, fakta ini menjadi isu esensial yang patut dicermati dan direfleksikan lebih jauh oleh guru dan juga oleh kepala sekolah. Keresahan dan kegelisahan terhadap fakta ini, saya coba tuangkan dalam refleksi sederhana yang terangkum dalam judul "Guruku yang ironis dan guruku yang manis, sebuah catatan akhir tahun. Judul ini memantik pergumulan rasional untuk memetakan tipe guru yang ada. Pergumulan dan refleksi panjang antara guru terbaik dan guru terburuk. Dua fakta ini menjadi titik tolak untuk memastikan bagian mana seorang guru memposisikan dirinya. Dari uraian yang cukup panjang lebar di bawah ini, seorang pemimpin pembelajaran atau kepala sekolah bisa mengkategorikan kompetensi dan kemampuan gurunya. Tulisan ini sebenarnya mau menyampaikan satu hal penting bahwa perhatian dan monitoring terhadap kinerja guru merupakan tindakan yang sangat penting dan mendesak. Guru adalah garda terdepan untuk memastikan layanan mutu pendidikan berjalan baik dan efektif. Guru adalah roda penggerak utama yang memperjelas dinamika pendidikan dan pengajaran. Seorang guru berperan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik.
Pengalaman menjadi pemimpin pembelajaran saat ini, mengafirmasi temuan saya bahwa guru merupakan urat nadi sesungguhnya dalam kemajuan, peningkatan mutu dan kepercayaan publik terhadap sebuah lembaga pendidikan. Seorang kepala sekolah pada titik ini berhadapan dengan dua fakta tersebut. Guru yang ironis dan guru yang manis. Fakta pertama mengurai tentang guru yang ironis. Titik puncak diberi label ironis pada seorang guru terletak pada ketidakmampuan seseorang bertugas sebagai guru. Guru yang ironis ditandai dengan ketidakbecusan dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Contoh: guru yang tidak mampu menyusun modul ajar, guru yang tidak tahu cara menerapkan modul ajarnya di kelas, guru tidak masuk kelas untuk mengajar, guru yang tidak pernah memberikan asesmen, guru yang tidak mau belajar dan mengembangkan dirinya dengan melahap semua pelatihan dan pendidikan, guru yang memanipulasi hasil asesmen peserta didik dan guru yang tidak pernah berefleksi tentang tugas dan pekerjaannya. Guru tipe seperti ini menjadi penyumbang terbesar mundur dan rendahnya kualitas layanan pendidikan di sebuah sekolah.
Lebih lanjut kategori guru yang manis. Tipe guru ini menjadi asupan semangat dan energi yang tidak pernah habis bagi seorang pemimpin pembelajaran. Efek dan pengaruhnya bagi sekolah terbukti nyata. Tipe guru seperti ini menempatkan kerendahan hati untuk belajar banyak hal untuk peningkatan kompetensi dan profesionalitasnya. Dalam dirinya selalu berusaha untuk long life learner, untuk pengembangan dan peningkatan kualitas dirinya. Seorang pemimpin pembelajaran tidak perlu memikirkan strategi dan program untuk meningkatkan kualitas sekolahnya, karena tipe guru seperti ini sudah mengetahui tugas dan pekerjaannya. Katakan saja saat ini, keberadaan guru penggerak di sekolah memberi warna lebih terhadap dinamika pendidikan di sekolah. Sebagai seorang kepala sekolah saya berani menegaskan bahwa sekolah yang memiliki guru penggerak selalu menyimpan pesona dan karisma lebih. Guru penggerak saat ini betul-betul tampil terdepan dalam menerapkan merdeka mengajar. Pembelajaran yang mengedepankan pada aspek inovatif, kreatif dan menyenangkan bagi peserta didik. Guru yang memastikan kualitas belajar bagi peserta didik tersalur dengan baik dan menyenangkan. Tipe guru seperti selalu dirindukan oleh kepala sekolah atau peserta didiknya.
Seorang pemimpin pembelajaran mesti mampu bersikap terhadap temuan di atas. Ada beberapa pilihan praktis dalam mengurai benalu yang menggerogoti nadi pendidikan ini. Pertama, guru yang mencoreng dan melemahkan mutu pendidikan diberi waktu untuk memperbaiki diri. Guru yang bertipe ironis seperti ini perlu pendekatan personal yang ketat dan berkelanjutan. Kedua, jika guru yang menjadi pengganggu iklim pendidikan di sekolah ini tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik, sangatlah patut untuk tidak diberi tugas mengajar. Guru yang bersangkutan diberi tugas untuk merefleksikan panggilan menjadi guru dan mampu untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensinya. Langkah yang paling ekstrim dan paling terakhir adalah menonaktifkan guru yang bersangkutan dari keseluruhan tugas dan fungsinya di sekolah.
Langkah praktis untuk guru yang manis adalah dengan memberi motivasi dan apresiasi yang tinggi. Ini langkah yang tepat dan menumbuhkan motivasi bagi guru yang bersangkutan. Apresiasi ini menjadi dorongan bagi guru untuk berbuat lebih bermutu dan berkualitas.
Guru yang ironis dan guru yang manis adalah fakta di setiap sekolah. Kepala sekolah mesti memiliki banyak pertimbangan bijak untuk mengurainya. Guru ironis adalah beban sekaligus tantangan bagi seorang pemimpin pembelajaran. Sedangkan guru yang manis menjadi penghibur yang menumbuhkan semangat dan energi positif bagi seorang pemimpin pembelajaran.
Pada posisi manakah saya? Menjadi guru yang manis atau menjadi guru yang ironis?
Saya meminjam salah satu ayat alkitab untuk dilemparkan pada tipe guru yang ironis. " Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dilemparkan ke dalam laut daripada menyesatkan".
Entalah!!
Bagikan artikel ini: