You need to enable javaScript to run this app.

Pemimpin Pembelajaran: Membidik Point Bukan Coin

  • Senin, 18 Desember 2023
  • Frumensius Hemat
Pemimpin Pembelajaran: Membidik Point Bukan Coin

Proses menjadi pemimpin pada prinsipnya membutuhkan waktu, perjuangan yang berdarah-darah dan melelahkan. Seorang pemimpin mendapat ujian berkali kali oleh beragam situasi dan kondisi. Pemimpin diuji kemampuan, wawasan, karakter dan kepribadiannya dalam rentang waktu yang sangat panjang. Pada titik inilah seorang pemimpin menunjukkan kapasitas dan kompetensi untuk tampil terdepan dalam menjalankan roda organisasi atau institusinya. Ada adagium yang mengatakan bahwa untuk mengukur jiwa kepemimpinan seseorang berilah jabatan atau kuasa dan harta. Valerie Sokoloski, seorang penulis asal Amerika Serikat mengatakan bahwa pemimpin bukan lahir begitu saja. Kepemimpinan dipelajari dan dikembangkan. Proses itu dimulai sejak awal hidup kita dengan diri kita sebagai individu.

Esai sederhana ini tidak mengurai secara detail tentang kepemimpinan di sekolah. Tulisan ini bertolak dari pengalaman harian menjadi seorang pemimpin pembelajaran di sekolah. Refleksi singkat ini mengafirmasi awal esai di atas bahwasanya seorang pemimpin lahir dari proses panjang, proses belajar yang tiada akhir. Pemimpin lahir dari proses belajar banyak hal dan kemampuan untuk merefleksikan banyak aspek sepanjang ruang dan waktunya. Kadang relasi dan kebersamaan dengan para pemimpin pembelajaran dari sekolah lain melahirkan point dan makna penting, dan dijadikan amunisi dalam gerak dan tugas sebagai kepala sekolah.

Ada dua daya tarik atau saya katakan sebagai godaan besar menjadi pemimpin pembelajaran di sekolah. Antara membidik point atau mengejar koin. Dua hal ini sepertinya memantik sekaligus menguji karakter dan kepribadian seorang pemimpin di sekolah. Pemimpin pembelajaran yang membidik point terlihat dalam tugas managerial nya yang transparan, akomodatif, kolaboratif dan efektif. Program kerjanya berorientasi pada peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah. Pemimpin pembelajaran yang memastikan kesejahteraan gurunya terpenuhi, akses dan kebutuhan belajar peserta didik disediakan dengan baik, kegiatan peningkatan mutu guru yang berkelanjutan dan lain sebagainya. Pemimpin pembelajaran yang membidik point selalu merasa resah dan gelisah jika ditemukan guru gurunya belum berkinerja optimal dan melayani kebutuhan belajar peserta didik dengan baik. 

Kepala sekolah yang membidik point dalam artian yang sebenarnya selalu menempatkan kebutuhan sekolah sebagai prioritas. Kepala sekolah atau pemimpin pembelajaran memiliki grand design atau mimpi yang akan mengarahkan sekolahnya bergerak dalam kepastian. Karena itu, pemimpin akan meramu dan meracik strategi yang tepat sesuai kebutuhan sekolah dan peserta didik. Tujuannya jelas, terwujudnya mutu layanan pendidikan di sekolahnya. Pikiran dan perhatiannya tercurah pada usaha meningkatkan kapasitas sekolahnya, para gurunya, para tenaga pendidiknya dan para peserta didik itu sendiri. Pemimpin pembelajaran di sekolah merencanakan pembangunan sekolahnya berdasarkan data. Data yang diperoleh dari rapor pendidikan, evaluasi bulanan atau semesteran atau saran dan kritik dari masyarakat atau orang tua murid menjadi bahan pokok untuk menelurkan strategi pembangunan sekolahnya. Karena itu, persepsi yang sama terhadap grand design atau mimpi kepala sekolah harus menjadi bagian integral seluruh komponen sekolah. Lebih lanjut, seorang pemimpin pembelajaran menempatkan pengelolahan dan transparansi keuangan yang tepat dan memerdekakan. Segala dana yang ada di sekolah dipakai untuk kepentingan pengembangan dan pengutan kapasitas kepala sekolah. Dana yang ada dipakai untuk memenuhi kebutuhan belajar dan sarana dan prasarana sekolah demi terlaksananya pembelajaran yang baik dan efektif.

Wajah pemimpin berikutnya tentu saja berorientasi koin, tanpa mempertimbangkan nilai, makna dan point yang mau ditegakkan. Pemimpin pembelajaran berhamba pada koin tidak bisa menggerakkan sekolahnya tanpa koin atau dana yang besar. Segala kemungkinan untuk bergerak menjadi gelap dan tertutup.  Alasan  tidak ada dana menjadi jawaban klasik ketika berhadapan dengan kegiatan peningkatan mutu atau kegiatan yang menjawabi kebutuhan belajar peserta didik. Dana yang tidak cukup atau tidak ada mematikan ruang berpikir solutif agar layanan mutu pendidikan tetap berjalan baik. Lebih ironis lagi, jika banyak dana yang dipakai untuk kepentingan sendiri seorang pemimpin pembelajaran. Bisa juga terbaca, ada pemimpin pembelajaran yang memegang kas atau dana sekolah tanpa diketahui oleh rekan guru atau bendahara. Segala bentuk pengelolahan keuangan dilakukan secara tertutup, tersembunyi dan tidak diketahui oleh para guru. Ujung-ujungnya semua hal yang berhubungan keuangan menjadi tanggung jawab mutlak dan sendirian oleh sang pemimpin pembelajaran. Akibatnya urusan bidang atau  asek lain yang lebih mendesak dan penting terbengkalai dan marat-marit.

Fokus pada point dan makna adalah keharusan dan keniscayaan ketika ditugaskan sebagai pemimpin pembelajaran. Kesuksesan seorang pemimpin pembelajaran terletak pada seberapa banyak point yang diperoleh, bukan seberapa banyak koin yang dihabiskan untuk kepentingan pribadi. Nilai atau point yang diperoleh dengan kekuatan penuh, pengorbanan tenaga, pikiran dan waktu oleh pemimpin pembelajaran menjadi lebih tinggi, agung dan terhormat bila dibandingkan dengan koin yang terkumpul. Carilah dan kumpulkan dulu point dan nilai itu, maka dengan sendirinya semua koin diperoleh dengan mudah. Percayalah!

Bagikan artikel ini:
Frumensius Hemat, S.Fil

- Kepala Sekolah -

Puji Syukur kita persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah Dan rahmatnya sehingga akhirnya kami dapat meluncurkan kembali website…

Berlangganan
Jajak Pendapat

Bagaimana informasi yang dipublikasikan di website ini sungguh membantu anda?

Hasil