Sejarah Berdirinya SMAN 6 Kota Komba
- Minggu, 04 Oktober 2020
- Administrator
Sejak keberadaan Seminari Pius XII Kisol dan beberapa dekade kemudian munculnya SMPK St. Yosep Kisol, lembah Kisol berjalan apa adanya dan tanpa ‘gerak lebih’ dalam dunia pendidikan. Cerita tentang Kisol dan geliat pendidikan di dalamnya lebih didominasi oleh Seminari Pius XII Kisol dan SMPK St. Yosep Kisol. Semuanya tentang sejarah mereka dan aksinya. Ide dasar untuk “memaksa” pemerintah mendirikan sebuah sekolah negeri entah tingkat pertama atau atas sebenarnya sudah ada, belum mencuat dan masih tersimpan dalam sebagian pikiran masyarakat. Seiring dengan lahirnya kabupaten Manggarai Timur, geliat memajukan pendidikan di wilayah Manggarai Timur makin menjadi-jadi dan menjadi prioritas utama. Ide yang tersimpan rapih mulai dituangkan dalam bentuk tuntutan dan keinginan untuk mendirikan sekolah negeri. Dalam sebuah rapat atau musyawarah yang melibatkan semua masyarakat Kelurahan Tanah Rata, tercetuslah keinginan untuk mendirikan SMP dan SMA negeri sekaligus.
Keinginan besar untuk mendirikan SMP atau SMA Negeri sekaligus ini tentu menuai pro dan kontra di masyarakat. Dinamika pasti ada. Dan itu normal dalam sebuah proses mendirikan atau membangun sesuatu. Ada beberapa tokoh besar yang mengetahui persis dinamika pendirian SMA Negeri 6 Kota Komba. Tokoh-tokoh ini akan disajikan dalam narasi sejarah ini sesuai dengan dinamika yang terjadi dalam proses awal ini.
Kasus Tanah SDN Waekutung: Orang Rongga Tak Ada yang berpendidikan Tinggi.
Pendirian SDN Waekutung dan persoalan di dalamnya mungkin menjadi awal munculnya keinginan masyarakat untuk memiliki SMA atau SMP Negeri di wilayah Tanah Rata. Boleh dikatakan kasus tanah SDN Waekutung boleh dikatakan sebagai Blessing In Disguise, bagi pendirian SMA Negeri 6 Kota Komba. Dalam sebuah rapat dengan agenda penyelesaian sengketa tanah SDN Waekutung dengan Tokoh masyarakat dan tokoh adat di wilayah Tanah Rata, kepala Dinas Pendidikan,pemuda dan Olahraga Kab. Manggarai Timur, sempat mengatakan bahwa wilayah Tanah Rata atau boleh dikatakan orang Rongga kebanyakan belum ada yang berpendidikan tinggi. Kata kata ini memang sedikit membuat masyarakat tersinggung, marah dan mungkin tidak terima. Kasianus Kaja, tokoh masyarakat sekaligus tokoh adat yang juga hadir dalam pertemuan itu menyatakan ketidaksetujuannya dengan pernyataan kadis PPO Manggarai Timur dan menantang yang bersangkutan untuk mendirikan sekolah SMA di wilayah Kisol. “ Saya tidak setuju dan tersinggung, bapak Kadis mengatakan orang rongga tak ada yang berpendidikan tinggi, masyarakat rongga sebenarnya ingin anak-anaknya menempuh pendidikan tinggi namun akses ke arah itu tak ada. Kalau Bapak kadis PPO mau silahkan mendirikan SMA Negeri di wilayah ini” begitu kesaksian Bapak Kasianus Kaja. Pernyataan sang Kadis dan cetusan ketidakpuasan bapak Kasianus Kaja menjadi inspirasi masyarakat untuk membuka mata dan pikiran bahwasannya orang Rongga butuh akses pendidikan yang lebih mudah dan dekat. Inilah berkat di balik konflik tanah di SDN Waekutung.
Rupanya pernyataan Kadis PPO sejalan dengan apa yang direnungkan oleh Kepala Sekolah Dasar Negeri Kisol waktu itu, Bapak Feliks Ngilo. Lelaki paruh baya berdarah Ngada ini memiliki tiga ide dasar yang menjadi motivasi awal berdirinya sebuah SMA Negeri di Wilayah Tanah Rata ini. Bapak Feliks memiliki tiga alasan utama pendirian sekolah ini. pertama, orang Kisol sudah memiliki banyak tamatan S1 FKIP, sumber dan tenaga pendidik melimpah. Kedua, dari sisi ekonomis, selama ini orang Rongga menghabiskan uang untuk pendidikan tingkat SMA di luar wilayah Tanah Rata. Mahalnya ongkos sekolah SMA menjadi faktor utama lemahnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Alasan kedua inilah yang menjadi penyebab utama alasan ketiga, yakni minimnya orang Rongga yang berpendidikan tinggi. Ketiga alasan inilah yang menggerakan Bapak Feliks untuk mencoba mengurai persoalan ini dan terus berjuang.
Sidang-Sidang Awal Panitia Pembentukan SMAN di wilayah Rongga: Ada Banyak Dinamika!!
Bapak Feliks Ngilo dalam wawancara lewat telepon mengatakan bahwa perjuangan untuk mendirikan sekolah ini bukan tanpa gejolak dan dinamika. Beberapa isu penting dan sedikit rumit menghiasi ide awal pembentukan sekolah ini.
Sekalian bentuk SMP dan SMA Negeri di Kisol!!
Keinginan masyarakat Tanah Rata untuk mendirikan sekolah sangat tinggi negeri pada waktu itu. Letupan keinginan tersebut disampaikan pada saat rapat awal pendirian sekolah. Tanah Rata harus didirikan SMP dan SMA negeri sekaligus. Bapak Kasianus Kaja, waktu itu menyampaikan bahwa kita tidak perlu membuka SMP Negeri di wilayah, karena sudah ada SMPK St. Yosep Kisol. Kita tetap mendukung penuh keberadaan SMPK St. Yosep ini. Akhirnya usulan ini diterima dan masyarakat sepakat Lalu menyatukan keinginan yakni mendirikan SMA negeri di wilayah ini.
Siapakah pihak yang memberi atau menghibahkan tanah??
Salah satu isu penting dalam gerak awal pendirian sekolah adalah siapakah pihak yang menyerahkan tanah untuk lokasi pendirian SMA Negeri. Ada banyak argumentasi dan pendasaran tentang ini, diantaranya, harus keturunan Dalu Rongga Koe yang didaulat menyerahkan tanah. Argumentasi ini ditolak karena Kedaluan sudah berakhir dan kedudukan dalu sama dengan pemerintahan saat ini, dan tidak kuat sebagai alas hak atas tanah. Selanjutnya ada argumentasi lain yang mengatakan pihak pemilik tanah didaulat sebagai pihak penyerah tanah. Argumentasi lain yang tidak kalah penting adalah peran dan kedudukan Tuan Tanah Motu Poso. Kedudukan Tuan Tanah Motu Poso sebagai pemegang hak ulayat menjadi alas hak yang penting dalam mengurus surat tanah. Demikian penjelasan Bapa Kasianus Kaja waktu itu. Namun tetap saja tidak ada kata sepakat terkait ini. Pada pertemuan berikutnya lewat pendekatan budaya yang elok, ditemukan kata sepakat untuk mencantumkan tiga komponen penting sebagai pihak pemberi tanah yakni, Tuan Tanah Motu Poso, pemegang ulayat yang diwakili oleh Keturunan Bapak Fransiskus Epa, di antaranya Bapak Kasianus Kaja dll ( Dokumen penyerahan ada di sekolah), kemudian pemilik tanah di antaranya atas nama keturunan Bapak Ignas Ingga dan kemudian mewakili tokoh masyarakat Tanah Rata.
Ada yang menolak tanda tangan permohonan mendirikan sekolah negeri
Tahapan lain yang cukup menyulitkan adalah bukti permohonan masyarakat Tanah Rata akan SMA negeri di wilayahnya. Menurut kesaksian Bapak Feliks Ngilo ada beberapa oknum yang tidak menyetujui pendirian SMA Negeri di wilayahnya. Sementara itu, bukti permohonan masyarakat menjadi prasyarat penting yang dibutuhkan Pemda Manggarai Timur untuk pendirian sekolah tersebut. Persoalan ini disampaikan Bapak Feliks ke Bapak Kasianus Kaja waktu itu. Akhirnya Bapak Kasianus memutuskan untuk menjadi orang pertama yang menandatangani permohonan pendirian SMA Negeri pada waktu itu dan niat ini diikuti oleh beberapa tokoh yang setuju. Pada akhirnya semua menandatangani surat permohonan tersebut. Masalah tidak berhenti di sini. Ada banyak tantangan di antaranya persiapan tenaga guru dan pegawai dan pembentukan panitia penerimaan siswa-siswi baru.
SK Pendirian Sekolah
Tanggal 05 Juni 2012 adalah momen penting bagi SMAN 6 Kota Komba. Keputusan Bupati Manggarai Timur, Drs. Yosep Tote dengan nomor: HK/54.b/2012 merupakan dasar hukum dan tonggak sejarah dimulainya kegiatan belajar mengajar di SMAN 6 Kota Komba. SK ini sekaligus menegaskan bahwa secara hukum, SMAN 6 Kota Komba sudah bisa beroperasi dan menjalankan fungsinya sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Segera setelah mendapat SK ini dibentuk panitia penerimaan siswa baru yang diketuai oleh Bapak Feliks Ngilo. Beliau bergerak cepat dengan menggandeng pihak Seminari Pius XII Kisol sebagai tenaga utama pendidik di SMAN 6 Kota Komba. Tahun ajaran baru 2012/2013 sekolah baru ini berhasil menerima siswa/i baru sebanyak 100-an siswa/i. Jumlah yang tidak sedikit untuk sekolah baru. ini berarti dukungan masyarakat terhadap sekolah baru ini luar biasa. Bapak Yohanes Sinus, staf pengajar seminari yang diperbantukan ke SMAN 6 Kota Komba, duduk sebagai wakasek Kurikulum pada kesempatan awal ini. Dukungan dari Seminari Kisol berakhir ketika staf pengajar SMAN 6 Kota Komba sudah semakin lengkap dan terisi oleh sebagian besar putra putri terbaik wilayah Tanah Rata.
Selanjutnya Bapak Martinus Ngasa, S.Pd ditunjuk sebagai PLT SMAN 6 Kota Komba untuk mengatur dan meneruskan kerja panitia awal penerimaan peserta didik baru dan panitia pembentukan sekolah baru. Masa kerjanya mulai tahun 2012-2013
Kepala sekolah pertama diisi oleh putra Kisol atas nama Drs. Krsitoforus Jerabut yang mengemban tugas ini sejak tahun 2013- 2018. Pada masa kepemimpinan Bapak Kristoforus Jerabut inilah, SMAN 6 Kota Komba mendapat pembangunan gedung dan fasilitas sekolah yang hampir lengkap. Ada kantor sekolah,ruang kelas, ruang guru, lab IPA dan Komputer, perpustakaan dan ruang wc siswa.
Kini SMAN 6 Kota Komba sudah berusia 7 tahun. Setelah memasuki masa pensiun pada 31 Desember 2018, Drs Kristoforus Jerabut menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan SMAN 6 Kota Komba kepada Bapak Frumensius Hemat, S.Fil yang dilantik menjadi Kepala Sekolah SMAN 6 Kota Komba pada tanggal 7 Mei 2019 di Kupang.
Penutup
Perjuangan mendirikan SMAN 6 Kota Komba adalah keharusan sejarah. ini adalaha seruan imperatif moral masyarakat Tanah Rata. Bahwasannya kemajuan cara pikir dan sumber daya manusia orang Rongga atau orang Tanah Rata adalah kebutuhan sejarah yang harus ditulis dan dinarasikan oleh masyarakat Tanah Rata sendiri.
VIVA SMAN 6 KOTA KOMBA..
Bagikan artikel ini: